Archive for B2W

Sehat dengan Bersepeda

Ahad, 20 December 2009, 10:47 WIB

printSend to friend

Oleh: Alwi Shahab

Kenneth H Cooper, ahli kesehatan Amerika Serikat, pada tahun 1970-an  menciptakan sistem aerobik dan menempatkan kebiasaan bersepeda sebagai salah satu olahraga yang ia anjurkan. Bersepeda adalah olahraga yang menyehatkan guna mencegah penyakit jantung, stroke dan tekanan darah tinggi.

Di Amerika Serikat dan negara maju, ketika itu penyakit jantung menduduki urutan pertama penyebab kematian. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Berdasarkan data dari Klub Jantung Sehat di Jakarta, pada tahun 1970-an ketika Cooper menciptakan sistem aerobik, penyakit jantung baru menempati urutan ke-12. Tapi pada tahun 1990-an melonjak drastis tanpa kendali, naik ke urutan pertama penyebab kematian.

Kenaikan penderita penyakit jantung itu seiring makin membludaknya jumlah kendaraan yang memanjakan masyarakat sampai ke daerah-daerah pedesaan, sehingga mereka kurang bergerak. Kini penyakit jantung bukan saja berada di urutan pertama, tapi telah menyerang mereka yang berusia muda dan usia produktif.

Berbarengan dengan itu, jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia juga makin meningkat. Kini stroke menduduki urutan ketiga penyebab kematian. Penyakit yang dapat melumpuhkan ini juga banyak menyerang mereka yang berusia di bawah 40-an tahun.

Di tengah-tengah memuncaknya jumlah penderita penyakit mematikan itu, kini makin digalakkan agar masyarakat mau kembali ke masa lalu untuk memasyarakatkan kebiasaan bersepeda. Seperti dikemukakan Walikota Jakarta Selatan, Syahrul Effendi, kini pihaknya tengah menyiapkan pembangunan percontohan jalur khusus sepeda. Ini sesuai dengan permintaan para pengendara sepeda (bikers ) yang jumlahnya makin banyak.

Bukan hanya untuk kesehatan, makin banyaknya warga Jakarta bersepeda akan berdampak berkurangnya kemacetan lalu lintas. Pengendara mobil dan motor yang paling berperan dalam mengotori udara kota Jakarta beralih ke sepeda. Pembuatan jalur khusus sepeda akan diintegrasikan dengan transportasi lainnya, seperti  busway (Trans Jakarta), termasuk mendirikan parkir sepeda di dekatnya. Pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor yang kini tiap pekan diberlakukan di sejumlah jalan di Jakarta, pengendara sepeda bisa mencapai 30 ribu orang.

Menyehatkan
Bersepeda, juga olahraga lainnya, diyakini akan dapat meningkatkan aliran darah dan menjaga pembuluh darah. Seperti dikemukakan oleh Prof dr Dede Kusmana, pendiri Klub Jantung Sehat, melalui olahraga ini pembuluh darah akan tetap lentur dan mencegah pengumpalan darah.

Selain itu, bersepeda juga dapat meningkatkan kadar kolesterol baik dan menurunkan kolesterol jahat, termasuk mencegah timbulnya stres. Dalam ilmu kesehatan diyakini bahwa stres merupakan salah satu penyebab timbulnya gangguan penyakit degeneratif. Lembaga kesehatan di Singapura mencontohkan bahwa bersepeda santai dalam waktu 30 menit dapat membakar 240 kalori atau setara empat potong roti.

Begitu pentingnya hidup sehat, dewasa ini di Eropa makin semarak masyarakat bersepeda saat ke kantor ataupun ke pusat-pusat perbelanjaan. Bukan hanya pemuda-pemuda, tapi kita akan mendapati nenek dan kakek dengan santainya mengenjot kendaraan roda dua ini. Di Belanda, menurut data sebuah majalah tahun 2008, terjadi peningkatan pengguna sepeda sebanyak 750 ribu unit dibandingkan tahun sebelumnya.

Mereka merasa bangga mengendarai sepeda, karena berperan bukan saja dari segi kesehatan, tapi juga menghindari polusi. Seperti juga di Belanda, di Jerman ketika saya berkunjung terlihat di jalan-jalan pengendara sepeda yang melewati jalur khusus sepeda. Dewasa ini usia hidup masyarakat Jerman rata-rata 89 tahun (wanita) dan 85 tahun (pria). Sedangkan sia pensiun 69 tahun.

Jalur khusus
Pada zaman Belanda sampai sebelum kedatangan balatentara Jepang, ada jalur khusus untuk sepeda di Batavia. Tiap pagi, ribuan pekerja dan murid-murid pergi ke sekolah naik sepeda, termasuk mahasiswa, melewati jalur yang tidak boleh dilalui kendaraan lain kecuali pejalan kaki. Di sekolah dan perguruan tinggi, kantor, bioskop, pasar, dan gedung, terdapat tempat penitipan sepeda yang dibangun secara khusus.

Pada sore hari untuk mencari angin muda-mudi pesiar dengan bersepeda sekaligus berpacaran. Sampai tahun 1960-an  ketika sepeda masih banyak dijumpai di jalan-jalan  terdapat banyak sepeda yang disebut  peneng dari kata Belanda  pening . Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), karena kesulitan mendapatkan ban berangin, ban sepeda diganti dengan ban karet tanpa angin yang disebut  ban mati .

Tiap Ahad pagi, ratusan jamaah pergi ke majelis taklim Habib  Ali di Kwitang dengan mengendarai sepeda dari daedah Kuningan, Kemang, Pejaten, Ragunan dan Condet, yang sampai tahun 1950-an merupakan daerah pedesaan, dengan mengendarai sepeda. Sejumlah anak muda Kwitang tiap Ahad pagi ketiban rezeki menjadi tukang parkir sepeda.

Sayangnya, ketika itu jalan-jalan di daerah-daerah tersebut umumnya belum beraspal hingga ketika musim hujan bukan manusia naik sepeda tapi sepeda menaiki manusia. Karena sepeda harus mereka panggul. Hingga pengendara harus menyiapkan sebatang bambu guna membersihkan lumpur di kedua rodanya. Maklum kala itu daerah Kuningan, Buncit dan Pejaten, masih merupakan daerah pertanian dan peternakan sapi yang sebagian besar belum beraspal.

Leave a comment »

Bersepeda untuk Sehat

Kompas – Kamis, 3 Desember

Yulvianus Harjono

KOMPAS.com – Dewi Gilang Kurnia (36) pernah didiagnosis terkena radang selaput otak. Ia pernah terkena serangan jantung ringan tahun 2006. Menyadari begitu berharganya kesehatan, Dewi memutuskan mengubah gaya hidup dan naik sepeda ke mana-mana. Bagi anggota Bike to Work (B2W) Chapter Bandung ini, bersepeda kini menjadi bagian dari rutinitas hidupnya. Setiap hari ia naik sepeda dari rumah ke kantor dan sebaliknya.

”Awalnya, sih, untuk ngirit ongkos setelah harga BBM (bahan bakar minyak) melambung. Ongkos transpor bisa dialihkan untuk biaya berobat,” kata Dewi saat meninjau jalur sepeda yang tengah dibuat di trotoar Jalan Dago, Bandung, Jawa Barat.

Bersepeda baginya juga menjadi terapi. Sebelum rutin bersepeda, ia mengaku sering sakit-sakitan. Dengan bersepeda pergi-pulang sejauh 13 kilometer dari rumah ke kantor, kini ia merasa bugar dan sehat.

Hobi bersepeda ini semula dipandang negatif oleh orang-orang di kantornya. ”Awalnya mereka mengira saya sering sakit gara-gara bersepeda ke kantor, padahal sebaliknya,” katanya.

Yang membuat Dewi makin mencintai bersepeda dan bergabung dengan B2W, ia mendapatkan banyak kawan yang baik dan hangat. ”Kekerabatan di B2W sungguh erat. Pernah suatu ketika di tengah jalan dada saya sesak, kemudian saya minta tolong teman di B2W, ternyata mereka langsung datang menolong,” kata perempuan yang mendapat julukan ”Emak” di komunitasnya itu.

Herunoto (61), pensiunan TNI Angkatan Udara, merasakan manfaat yang sama dari bersepeda. Sejak 2003, pensiunan berpangkat kapten ini rutin bersepeda dua kali sehari.

”Bersepeda menghilangkan stres. Banyak pemandangan yang bisa dilihat dan tempat-tempat indah yang bisa dituju bersama,” kata anggota Bandung Bicycle Club (BBC) ini.

Dulu, hidup Herunoto jauh dari perilaku hidup sehat. Kebiasaan minum minuman beralkohol, tidur malam hari, dan makan makanan berlemak dia lakoni. Perubahan hidup dilakukan setelah ia terkena serangan jantung pada bulan Maret 2003.

Kini, pengalaman hidupnya menjadi sumber motivasi bagi para anggota baru di BBC. Secara rutin, ia dan rekan-rekannya bersepeda ke luar kota. ”Terakhir, gowes ke Pangandaran,” katanya.

Obat awet muda

Komunitas sepeda, bagi kalangan usia lanjut, adalah sumber semangat hidup. Bagi Sumadi (73), pesepeda paling senior di Bandung dan kakek tiga cucu ini, bersepeda adalah obat awet muda.

Pada usianya saat ini, Sumadi mengaku jarang sakit. Ia mampu mengingat nama daerah yang pernah disinggahi dan waktunya. Jika seminggu saja tidak bersepeda, ia justru merasa sakit dan tidak bersemangat.

”Ini (bersepeda) merupakan cara yang menyenangkan menghabiskan waktu di hari tua,” kata Mochtar (71), pesepeda dari komunitas Jarambah.

Menurut Ketua BBC Iwan Ahmad, di Bandung tumbuh pesat berbagai macam kelompok sepeda. ”Setidaknya ada 7.000 pesepeda dari 57 komunitas pesepeda yang ada,” ucapnya.

Kota Bandung, menurut Iwan, sangat ideal untuk bersepeda. Selain kendaraan relatif tidak sepadat kota lain, Bandung dikelilingi pegunungan yang memberi hawa sejuk sekaligus tantangan bagi pesepeda.

Lembang, Pangalengan, dan Punclut adalah beberapa kawasan favorit pesepeda. ”Kondisi medan yang terjal, naik turun, memang berat. Tetapi, setimpal jika sudah tiba di tujuan yang memiliki pemandangan indah,” kata Herunoto.

Kesadaran lingkungan

Kebiasaan bersepeda di Bandung tumbuh dari kesadaran pentingnya menjaga kesehatan serta keinginan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.

Komunitas Bike to School SMA Taruna Bakti, misalnya, terbentuk atas kesadaran akan pentingnya menciptakan udara Bandung yang bersih. Saat bersepeda, para siswa mengenakan kaus bertuliskan ”Save Our Earth” atau ”Let’s Go Bike” untuk mengajak lebih banyak pelajar bersepeda ke sekolah.

Malika Rizqi Anindita (16), Ketua Bike to School SMA Taruna Bakti, mengatakan, masih sedikitnya siswa di Bandung yang mau bersepeda ke sekolah bukan karena mereka tidak peduli atau gengsi, melainkan karena kurang dukungan dari lingkungan.

Iwan Ahmad berharap, melalui kegiatan Kompas Jawa Barat Green Fun Bike yang akan dilaksanakan hari Minggu mendatang, berbagai komunitas pesepeda di Bandung akan semakin direkatkan. Dengan demikian, akan mendorong warga menggunakan sepeda dalam kesehariannya.

Leave a comment »